Selasa, 14 Desember 2010

Amalan di Bulan 'Asyura

Alhamdulillah, saat ini kita telah berada di bulan Muharram. Mungkin masih banyak yang belum tahu amalan apa saja yang dianjurkan di bulan ini, terutama mengenai amalan puasa. Insya Allah kita akan membahasnya pada tulisan kali ini. Semoga bermanfaat.

Dianjurkan Banyak Berpuasa di Bulan Muharram

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mendorong kita untuk banyak melakukan puasa pada bulan tersebut sebagaimana sabdanya,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ

Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah - Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.”[1]

An Nawawi -rahimahullah- menjelaskan, “Hadits ini merupakan penegasan bahwa sebaik-baik bulan untuk berpuasa adalah pada bulan Muharram.”[2]

Lalu mengapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diketahui banyak berpuasa di bulan Sya’ban bukan malah bulan Muharram? Ada dua jawaban yang dikemukakan oleh An Nawawi.

Pertama: Mungkin saja Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baru mengetahui keutamaan banyak berpuasa di bulan Muharram di akhir hayat hidup beliau.

Kedua: Boleh jadi pula beliau memiliki udzur ketika berada di bulan Muharram (seperti bersafar atau sakit) sehingga tidak sempat menunaikan banyak puasa pada bulan Muharram.[3]

Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Puasa yang paling utama di antara bulan-bulan haram (Dzulqo’dah, Dzulhijah, Muharram, Rajab -pen) adalah puasa di bulan Muharram (syahrullah).”[4]

Sesuai penjelasan Ibnu Rajab, puasa sunnah (tathowwu’) ada dua macam:

  1. Puasa sunnah muthlaq. Sebaik-baik puasa sunnah muthlaq adalah puasa di bulan Muharram.
  2. Puasa sunnah sebelum dan sesudah yang mengiringi puasa wajib di bulan Ramadhan. Ini bukan dinamakan puasa sunnah muthlaq. Contoh puasa ini adalah puasa enam hari di bulan Syawal.[5]

Di antara sahabat yang gemar melakukan puasa pada bulan-bulan haram (termasuk bulan haram adalah Muharram) yaitu ‘Umar, Aisyah dan Abu Tholhah. Bahkan Ibnu ‘Umar dan Al Hasan Al Bashri gemar melakukan puasa pada setiap bulan haram.[6] Bulan haram adalah bulan Dzulqo’dah, Dzulhijah, Muharram dan Rajab.

Puasa yang Utama di Bulan Muharram adalah Puasa ‘Asyura

Dari hari-hari yang sebulan itu, puasa yang paling ditekankan untuk dilakukan adalah puasa pada hari ’Asyura’ yaitu pada tanggal 10 Muharram[7]. Berpuasa pada hari tersebut akan menghapuskan dosa-dosa setahun yang lalu. Abu Qotadah Al Anshoriy berkata,

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ ». قَالَ وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ « يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.”[8]

An Nawawi -rahimahullah- mengatakan, “Para ulama sepakat, hukum melaksanakan puasa ‘Asyura untuk saat ini (setelah diwajibkannya puasa Ramadhan, -pen) adalah sunnah dan bukan wajib.”[9]

Sejarah Pelaksanaan Puasa ‘Asyura[10]

Tahapan pertama: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa ‘Asyura di Makkah dan beliau tidak perintahkan yang lain untuk melakukannya.

Dari ’Aisyah -radhiyallahu ’anha-, beliau berkata,

كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ

Di zaman jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan puasa ’Asyura. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam juga melakukan puasa tersebut. Tatkala tiba di Madinah, beliau melakukan puasa tersebut dan memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan puasa ’Asyura. (Lalu beliau mengatakan:) Barangsiapa yang mau, silakan berpuasa. Barangsiapa yang mau, silakan meninggalkannya (tidak berpuasa).”[11]

Tahapan kedua: Ketika tiba di Madinah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Ahlul Kitab melakukan puasa ‘Asyura dan memuliakan hari tersebut. Lalu beliau pun ikut berpuasa ketika itu. Kemudian ketika itu, beliau memerintahkan pada para sahabat untuk ikut berpuasa. Melakukan puasa ‘Asyura ketika itu semakin ditekankan perintahnya. Sampai-sampai para sahabat memerintah anak-anak kecil untuk turut berpuasa.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma, beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ ». فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.

“Ketika tiba di Madinah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa ’Asyura. Kemudian Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bertanya, ”Hari yang kalian bepuasa ini adalah hari apa?” Orang-orang Yahudi tersebut menjawab, ”Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini”. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lantas berkata, ”Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.”. Lalu setelah itu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallammemerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.”[12]

Apakah ini berarti Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam meniru-niru (tasyabbuh dengan) Yahudi?

An Nawawi –rahimahullah- menjelaskan, ”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam biasa melakukan puasa ’Asyura di Makkah sebagaimana dilakukan pula oleh orang-orang Quraisy. Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tiba di Madinah dan menemukan orang Yahudi melakukan puasa ‘Asyura, lalu beliau shallallahu ’alaihi wa sallam pun ikut melakukannya. Namun beliau melakukan puasa ini berdasarkan wahyu, berita mutawatir (dari jalur yang sangat banyak), atau dari ijtihad beliau, dan bukan semata-mata berita salah seorang dari mereka (orang Yahudi). Wallahu a’lam.”[13]

Para ulama berselisih pendapat apakah puasa ‘Asyura sebelum diwajibkan puasa Ramadhan dihukumi wajib ataukah sunnah mu’akkad? Di sini ada dua pendapat:

Pendapat pertama: Sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, pada masa tahapan kedua, puasa ‘Asyura dihukumi wajib. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Abu Bakr Al Atsrom.

Pendapat kedua: Pada masa tahapan kedua ini, puasa ‘Asyura dihukumi sunnah mu’akkad. Ini adalah pendapat Imam Asy Syafi’i dan kebanyakan dari ulama Hambali.[14]

Namun yang jelas setelah datang puasa Ramadhan, puasa ‘Asyura tidaklah diwajibkan lagi dan dinilai sunnah. Hal ini telah menjadi kesepakatan para ulama sebagaimana disebutkan oleh An Nawawi -rahimahullah-.[15]

Tahapan ketiga: Ketika diwajibkannya puasa Ramadhan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan para sahabat untuk berpuasa ‘Asyura dan tidak terlalu menekankannya. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan bahwa siapa yang ingin berpuasa, silakan dan siapa yang tidak ingin berpuasa, silakan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh ’Aisyah radhiyallahu ’anha dalam hadits yang telah lewat dan dikatakan pula oleh Ibnu ’Umar berikut ini. Ibnu ’Umar -radhiyallahu ’anhuma- mengatakan,

أَنَّ أَهْلَ الْجَاهِلِيَّةِ كَانُوا يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَامَهُ وَالْمُسْلِمُونَ قَبْلَ أَنْ يُفْتَرَضَ رَمَضَانُ فَلَمَّا افْتُرِضَ رَمَضَانُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ عَاشُورَاءَ يَوْمٌ مِنْ أَيَّامِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ.

Sesungguhnya orang-orang Jahiliyah biasa melakukan puasa pada hari ’Asyura. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pun melakukan puasa tersebut sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, begitu pula kaum muslimin saat itu. Tatkala Ramadhan diwajibkan, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengatakan: Sesungguhnya hari Asyura adalah hari di antara hari-hari Allah. Barangsiapa yang ingin berpuasa, silakan berpuasa. Barangsiapa meninggalkannya juga silakan.”[16]

Ibnu Rajab -rahimahullah- mengatakan, “Setiap hadits yang serupa dengan ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan lagi untuk melakukan puasa ‘Asyura setelah diwajibkannya puasa Ramadhan. Akan tetapi, beliau meninggalkan hal ini tanpa melarang jika ada yang masih tetap melaksanakannya. Jika puasa ‘Asyura sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan dikatakan wajib, maka selanjutnya apakah jika hukum wajib di sini dihapus (dinaskh) akan beralih menjadi mustahab (disunnahkan)? Hal ini terdapat perselisihan di antara para ulama.

Begitu pula jika hukum puasa ‘Asyura sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan adalah sunnah muakkad, maka ada ulama yang mengatakan bahwa hukum puasa Asyura beralih menjadi sunnah saja tanpa muakkad (ditekankan). Oleh karenanya, Qois bin Sa’ad mengatakan, “Kami masih tetap melakukannya.”[17]

Intinya, puasa ‘Asyura setelah diwajibkannya puasa Ramadhan masih tetap dianjurkan (disunnahkan).

Tahapan keempat: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad di akhir umurnya untuk melaksanakan puasa Asyura tidak bersendirian, namun diikutsertakan dengan puasa pada hari lainnya. Tujuannya adalah untuk menyelisihi puasa Asyura yang dilakukan oleh Ahlul Kitab.

Ibnu Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata bahwa ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى.

Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ - إِنْ شَاءَ اللَّهُ - صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,

فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.

Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sudah keburu meninggal dunia.”[18]

Menambahkan Puasa 9 Muharram

Sebagaimana dijelaskan di atas (pada hadits Ibnu Abbas) bahwa di akhir umurnya, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bertekad untuk menambah puasa pada hari kesembilan Muharram untuk menyelisihi Ahlu Kitab. Namun beliau sudah keburu meninggal sehingga beliau belum sempat melakukan puasa pada hari itu.

Lalu bagaimana hukum menambahkan puasa pada hari kesembilan Muharram? Berikut kami sarikan penjelasan An Nawawirahimahullah.

Imam Asy Syafi’i dan ulama Syafi’iyyah, Imam Ahmad, Ishaq dan selainnya mengatakan bahwa dianjurkan (disunnahkan) berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh sekaligus; karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat (berkeinginan) berpuasa juga pada hari kesembilan.

Apa hikmah Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menambah puasa pada hari kesembilan? An Nawawi rahimahullah melanjutkan penjelasannya.

Sebagian ulama mengatakan bahwa sebab Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bepuasa pada hari kesepuluh sekaligus kesembilan agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang Yahudi yang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja. Dalam hadits Ibnu Abbas juga terdapat isyarat mengenai hal ini. Ada juga yang mengatakan bahwa hal ini untuk kehati-hatian, siapa tahu salah dalam penentuan hari ’Asyura’ (tanggal 10 Muharram). Pendapat yang menyatakan bahwa Nabi menambah hari kesembilan agar tidak menyerupai puasa Yahudi adalah pendapat yang lebih kuat. Wallahu a’lam.[19]

Ibnu Rojab mengatakan, ”Di antara ulama yang menganjurkan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram sekaligus adalah Imam Asy Syafi’i, Imam Ahmad, dan Ishaq. Adapun Imam Abu Hanifah menganggap makruh jika seseorang hanya berpuasa pada hari kesepuluh saja.”[20]

Intinya, kita lebih baik berpuasa dua hari sekaligus yaitu pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Karena dalam melakukan puasa ‘Asyura ada dua tingkatan yaitu:

  1. Tingkatan yang lebih sempurna adalah berpuasa pada 9 dan 10 Muharram sekaligus.
  2. Tingkatan di bawahnya adalah berpuasa pada 10 Muharram saja.[21]

Puasa 9, 10, dan 11 Muharram

Sebagian ulama berpendapat tentang dianjurkannya berpuasa pada hari ke-9, 10, dan 11 Muharram. Inilah yang dianggap sebagai tingkatan lain dalam melakukan puasa Asy Syura[22]. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbasradhiyallahu ’anhuma. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً

Puasalah pada hari ’Asyura’ (10 Muharram, pen) dan selisilah Yahudi. Puasalah pada hari sebelumnya atau hari sesudahnya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Khuzaimah, Ibnu ’Adiy, Al Baihaqiy, Al Bazzar, Ath Thohawiy dan Al Hamidiy, namun sanadnya dho’if (lemah). Di dalam sanad tersebut terdapat Ibnu Abi Laila -yang nama aslinya Muhammad bin Abdur Rahman-, hafalannya dinilai jelek. Juga terdapat Daud bin ’Ali. Dia tidak dikatakan tsiqoh kecuali oleh Ibnu Hibban. Beliau berkata, ”Daud kadang yukhti’ (keliru).” Adz Dzahabiy mengatakan bahwa hadits ini tidak bisa dijadikan hujjah (dalil).

Namun, terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Abdur Rozaq, Ath Thohawiy dalam Ma’anil Atsar, dan juga Al Baihaqi, dari jalan Ibnu Juraij dari ’Atho’ dari Ibnu Abbas. Beliau radhiyallahu ’anhuma berkata,

خَالِفُوْا اليَهُوْدَ وَصُوْمُوْا التَّاسِعَ وَالعَاشِرَ

Selisilah Yahudi. Puasalah pada hari kesembilan dan kesepuluh Muharram.” Sanad hadits ini adalah shohih, namun diriwayatkan secara mauquf (hanya dinilai sebagai perkataan sahabat). [23]

Catatan: Jika ragu dalam penentuan awal Muharram, maka boleh ditambahkan dengan berpuasa pada tanggal 11 Muharram.

Imam Ahmad -rahimahullah- mengatakan, ”Jika ragu mengenai penentuan awal Muharram, maka boleh berpuasa pada tiga hari (hari 9, 10, dan 11 Muharram, pen) untuk kehati-hatian.”[24]

Sebagai Motivasi

Semoga kita terdorong untuk melakukan puasa Asyura. Cukup ayat ini sebagai renungan. Allah Ta’ala berfirman,

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ

“(Kepada mereka dikatakan): "Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu".” (QS. Al Haqqah: 24)

Mujahid dan selainnya mengatakan, ”Ayat ini turun pada orang yang berpuasa. Barangsiapa meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya karena Allah, maka Allah akan memberi ganti dengan makanan dan minuman yang lebih baik, serta akan mendapat ganti dengan pasangan di akhirat yang kekal (tidak mati).”[25] Inilah balasan untuk orang yang gemar berpuasa.


Semoga Allah memudahkan kita untuk melakukan amalan puasa ini. Hanya Allah yang memberi taufik.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com/

Diselesaikan di Panggang-Gunung Kidul, pada hari mubarrok (Jum’at), 1 Muharram 1431 H

Senin, 19 Juli 2010

Sebab Laki-laki di tarik Wanita ke Neraka

Di akhirat nanti ada 4 golongan lelaki yg akan ditarik masuk ke neraka oleh wanita. Lelaki itu adalah mereka yg tidak memberikan hak kpd wanita dan tidak menjaga amanah itu. Mereka ialah:

1. Ayahnya :

Apabila seseorang yg bergelar ayah tidak mempedulikan anak2 perempuannya didunia. Dia tidak memberikan segala keperluan agama seperti mengajar solat, mengaji dan sebagainya Dia membiarkan anak2 perempuannya tidak menutup aurat. Tidak cukup kalau dgn hanya memberi kemewahan dunia sahaja. Maka dia akan ditarik ke neraka oleh anaknya.

( Duhai lelaki yg bergelar ayah, bagaimanakah hal keadaan anak perempuanmu sekarang? Adakah kau mengajarnya bersolat & saum? ..menutup aurat?.. pengetahuan agama?.. Jika tidak cukup salah satunya, maka bersedialah utk menjadi bahan bakar neraka jahannam.)

2. Suaminya

Apabila sang suami tidak mempedulikan tindak tanduk isterinya. Bergaul! bebas di pejabat, memperhiaskan diri bukan utk suami tapi utk pandangan kaum lelaki yg bukan mahram. Apabila suami mendiam diri walaupun seorang yg alim dimana solatnya tidak pernah bertangguh, saumnya tidak tinggal, maka dia akan turut ditarik oleh isterinya bersama-sama ke dlm neraka. (p/s; Duhai lelaki yg bergelar suami, bagaimanakah hal keadaan isteri tercintamu sekarang?. Dimanakah dia?

Bagaimana akhlaknya? Jika tidak kau menjaganya mengikut ketetapan syari'at, maka terimalah hakikat yg kau akan sehidup semati bersamanya di 'taman' neraka sana .)

3. Kakak Laki" nya

Apabila ayahnya sudah tiada,tanggungjawab menjaga maruah wanita jatuh ke bahu abang-abangnya dan saudara

lelakinya. Jikalau mereka hanya mementingkan keluarganya sahaja dan adiknya dibiar melencong dari ajaran Islam, tunggulah tarikan adiknya di akhirat kelak.

(p/s; Duhai lelaki yg mempunyai adik perempuan, jgn hanya menjaga amalmu, dan jgn ingat kau terlepas.kau juga akan dipertanggungjawabk an diakhirat kelak...jika membiarkan adikmu bergelumang dgn maksiat... dan tidak menutup aurat.)

4. Anak2 lelakinya

Apabila seorang anak tidak menasihati seorang ibu perihal kelakuan yg haram disisi Islam. bila ibu membuat kemungkaran mengumpat, memfitnah, mengatai dan sebagainya.. .maka anak itu akan disoal dan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak....dan nantikan tarikan ibunya ke neraka. (p/s; Duhai anak2 lelaki.... sayangilah ibumu.... nasihatilah dia jika tersalah atau terlupa.... krn ibu juga insan biasa... x lepas dr melakukan dosa... selamatkanlah dia dr menjadi 'kayu api' neraka....jika tidak, kau juga akan ditarik menjadi penemannya.) ............ ......... ......... . .........

Lihatlah.... .betapa hebatnya tarikan wanita bukan sahaja di dunia malah diakhirat pun tarikannya begitu hebat.

Maka kaum lelaki yg bergelar ayah/suami/kakak atau anak harus memainkan peranan mereka.

Firman Allah S.W.T

"Hai anak Adam, peliharalah diri kamu serta ahlimu dari api neraka dimana bahan bakarnya ialah manusia, jin dan batu-batu... ."

Minggu, 18 Juli 2010

Sujud Sahwi (Karna Lupa)

Cara Mengerjakan

Sujud sahwi dilakukan dengan dua kali sujud sebelum salam atau sesudahnya oleh seseorang yang sedang mengerjakan shalat.

”Jika salah seorang diantaramu ragu dalam shalatnya, hingga tidak tahu berapa rakaatkah yang sudah dikerjakan-, apakah tiga atau empat rakaat, maka ia harus menghilangkan keraguan tersebut dan menetapkan mana yang lebih diyakini. Setelah itu, hendaklah dia sujud sebanyak dua kali sebelum salam.” (Hadits shahih dari Sa’id al-Khudri)

Yang lebih afdhal dalam melakukan sujud sahwi adalah mengikuti sebab yang mengharuskan sujud sahwi tersebut. Jika keragu-raguan datang sebelum salam, hendaklah sujud dilakukan sebelum salam. Dan jika keraguan itu datang sesudah salam, hendaklah ia melakukan sujud sesudah salam. Sedangkan hal-hal yang tidak termasuk dalam kedua keadaan di atas, maka seseorang boleh memilih pelaksanaan sujud sahwi, baik sesudah salam maupun sebelumnya.

Doa sujud sahwi:
Subhaa na manlaa yanaa muwalaa yas hu
”Maha Suci Allah yang tidak tidur dan tidak lupa”

Hal-hal Yang Mengharuskan Dilakukannya Sujud Sahwi
Sujud sahwi diperintahkan untuk dikerjakan dalam keadaan-keadaan berikut :
  1. Apabila memberi salam sebelum sempurna shalat.
  2. Jika seseorang mengerjakan shalat dan jumlah rakaatnya melebihi jumlah yang semestinya.
  3. Lupa bertasyahhud awal atau lupa mengerjakan salah satu di antara sunnah-sunnah shalat.”Rasulullah SAW bersabda, ;Apabila salah seorang diantara engkau langsung berdiri dari dua rakaat dan berdirinya itu belum sempurna, maka hendaklah ia duduk kembali. Tetapi jika telah sempurna berdiri, maka jangalah duduk dan hendaklah ia sujud sahwi sebanyak dua kali.”(H.R. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu maajah dari Mughirah bin Syu’bah)
  4. Ketika mengalami keraguan dalam shalat. Apabila seseorang merasa ragu dengan jum;ah rakaat yang telah dikerjakannya, maka hendaklah ia menetapkan jumlah yang lebih sedikit yang diyakini. Setelah itu, hendaklah ia melakukan sujud sahwi.

Khutbah Rasulullah saw Menyambut Ramadhan

Selain memerintah shaum, dalam menyambut menjelang bulan Ramadhan, Rasulullah selalu memberikan beberapa nasehat dan pesan-pesan. Inilah ‘azimat’ Nabi tatkala memasuki Ramadhan.

Wahai manusia! Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama.

Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan oleh-NYA. Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah. Bermohonlah kepada Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca Kitab-Nya.

Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini.
  • Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu di hari kiamat.
  • Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin.
  • Muliakanlah orang tuamu,
  • sayangilah yang muda,
  • sambungkanlah tali persaudaraanmu,
  • jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan pendengaranmu dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya.
  • Kasihilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu.
  • Bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu.
  • Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wa Jalla memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih; Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.
Wahai manusia! Sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu, maka bebaskanlah dengan istighfar. Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa) mu, maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu.

Ketahuilah! Allah ta’ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud, dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabb al-alamin.

Wahai manusia! Barang siapa di antaramu memberi buka kepada orang-orang mukmin yang berpuasa di bulan ini, maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu. (Sahabat-sahabat lain bertanya: “Ya Rasulullah! Tidaklah kami semua mampu berbuat demikian.”
Rasulullah meneruskan: “Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan seteguk air.”

Wahai manusia!
  • Siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini ia akan berhasil melewati sirathol mustaqim pada hari ketika kai-kaki tergelincir.
  • Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari kiamat.
  • Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.
  • Barang siapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.
  • Barang siapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.
  • Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.
  • Barangsiapa melakukan shalat sunat di bulan ini, Allah akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka. Barangsiapa melakukan shalat fardu baginya ganjaran seperti melakukan 70 shalat fardu di bulan lain.
  • Barangsiapa memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan.
  • Barangsiapa di bulan ini membaca satu ayat Al-Quran, ganjarannya sama seperti mengkhatam Al-Quran pada bulan-bulan yang lain.
Wahai manusia! Sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu, maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak pernah menutupkannya bagimu. Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak akan pernah dibukakan bagimu. Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu. Amirul mukminin k.w. berkata: “Aku berdiri dan berkata: “Ya Rasulullah! Apa amal yang paling utama di bulan ini?” Jawab Nabi: “Ya Abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah”.

Wahai manusia! sesungguhnya kamu akan dinaungi oleh bulan yang senantiasa besar lagi penuh keberkahan, yaitu bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan; bulan yang Allah telah menjadikan puasanya suatu fardhu, dan qiyam di malam harinya suatu tathawwu’.”
“Barangsiapa mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu pekerjaan kebajikan di dalamnya, samalah dia dengan orang yang menunaikan suatu fardhu di dalam bulan yang lain.”
“Ramadhan itu adalah bulan sabar, sedangkan sabar itu adalah pahalanya surga. Ramadhan itu adalah bulan memberi pertolongan ( syahrul muwasah ) dan bulan Allah memberikan rizqi kepada mukmin di dalamnya.”
“Barangsiapa memberikan makanan berbuka seseorang yang berpuasa, adalah yang demikian itu merupakan pengampunan bagi dosanya dan kemerdekaan dirinya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun berkurang.”
Para sahabat berkata, “Ya Rasulullah, tidaklah semua kami memiliki makanan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa. Maka bersabdalah Rasulullah saw, “Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi sebutir kurma, atau seteguk air, atau sehirup susu.”
“Dialah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari neraka. Barangsiapa meringankan beban dari budak sahaya (termasuk di sini para pembantu rumah) niscaya Allah mengampuni dosanya dan memerdekakannya dari neraka.”
“Oleh karena itu banyakkanlah yang empat perkara di bulan Ramadhan; dua perkara untuk mendatangkan keridhaan Tuhanmu, dan dua perkara lagi kamu sangat menghajatinya.”
“Dua perkara yang pertama ialah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan mohon ampun kepada-Nya . Dua perkara yang kamu sangat memerlukannya ialah mohon surga dan perlindungan dari neraka.”
“Barangsiapa memberi minum kepada orang yang berbuka puasa, niscaya Allah memberi minum kepadanya dari air kolam-Ku dengan suatu minuman yang dia tidak merasakan haus lagi sesudahnya, sehingga dia masuk ke dalam surga.” (HR. Ibnu Huzaimah).

sumber: Hidayatullah.com

Sambut Ramadhan

Sunnah Rasulullah SAW Menyambut Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bulan ketaatan, bulan ibadah, bulan jihad dan dzikrullah, dan bulan yang paling banyak diturunkan rahmat, barakah, dan maghfirah Allah Swt. Oleh karena itu, setiap mukmin yang shalih mestilah merindukan dan mendambakan kehadiran bulan tersebut untuk mendapatkan cucuran rahmat Allah, maghfirah, dan barakahNya.

Mentaati Allah dalam segala perintah dan larangannya mestilah mengikuti sunnah Rasulullah Saw, karena sesungguhnya ketaatan kepada Rasulullah itu berarti ketaatan kepada Allah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” [QS. An Nisaa', 4: 80]

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” [QS. Ali Imran, 3: 31-32]

Dan dalam sebuah riwayat Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Semua ummatku akan masuk surga kecuali yang menolak. Ditanya: siapakah yang menolak ya Rasulullah? Jawab Nabi: Siapa yang taat kepadaku masuk surga dan siapa yang maksiat (menentang) berarti dia menolak.” [HR. Bukhari]

Dari Abu Hurairah Ra ia berkata, bahwasanya Rasulullah Saw telah bersabda:

“Barangsiapa mentaati aku, maka sesungguhnya dia telah mentaati Allah, dan barangsiapa mendurhakai aku, maka sesungguhnya ia telah mendurhakai Allah.” [HR. Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah]

Dan orang-orang yang beramal tidak mengikuti sunnah Rasulullah saw maka amalnya tertolak. Rasulullah Saw bersabda:

“Barangsiapa mengerjakan satu amalan yang tidak ada perintah kami di dalamnya (atau yang tidak kami contohkan) maka amalan itu tertolak. [HR. Muslim]

Di antara Sunnah Nabi saw yang harus dicontohi adalah:

1) MEMPERBANYAK PUASA SUNNAH

‘Aisyah Ra berkata:

“Tidak pernah Rasulullah saw berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari puasanya dalam bulan Sya’ban, adakalanya sebulan penuh. Dan adakalanya hampir penuh hanya sedikit yang tidak puasa.” [HR. Bukhari Muslim]

Berkata ‘Aisyah Ra:

“Tidak kelihatan oleh saya Rasulullah saw melakukan puasa dalam waktu sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan tidak satu bulanpun yang hari-harinya lebih banyak dipuasakan Nabi daripada bulan Sya’ban.” [HR. Bukhari Muslim]

Dari Usamah bin zaid Ra, katanya:

“Tanya saya, Ya Rasulullah! Kelihatannya tidak satu bulanpun yang lebih banyak anda puasakan dari bulan Sya’ban ! Jawab Nabi: Bulan itu sering dilupakan orang karena letaknya antara rajab dan ramadhan, sedang pada bulan-bulan itulah diangkatnya amalan-amalan kepada Tuhan Rabbul ‘Alamin. Maka saya ingin amalan saya dibawa naik selagi saya dalam berpuasa”. [HR. Abu Daud & An-Nasa-I dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah]

Dari Abu Hurairah Ra, Nabi Saw bersabda:

“Janganlah salah seorang dari kalian mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang memang berpuasa sebelumnya, maka hendaklah ia berpuasa hari itu.” [HR. Bukhari Muslim]

Dari Abu Hurairah Ra, Nabi Saw bersabda:

“Jika Sya’ban tinggal setengahnya, maka janganlah berpuasa!” [HR. Turmudzi]

Ucapan Rasulullah Saw di akhir bulan Sya’ban:

“Sungguh telah datang kepadamu bulan yang penuh berkah, di mana Allah mewajibkan kamu berpuasa, di saat dibuka pintu-pintusyurga, ditutup pintu-pintu neraka, dan dibelenggu syetan-syetan, dan di mana dijumpai suatu malam yang nilainya lebih berharga dari seribu malam. Maka barangsiapa yang tidak berhasil beroleh kebaikannya, sungguh tiadalah ia mendapatkan itu buat selama-lamanya.” [HR. Ahmad, Nasai & Baihaqi]

Kesimpulan :

Dari hadits-hadits shahih di atas, maka sunnah Rasulullah saw berpuasa penuh di bulan sya’ban atau beberapa hari tidak berpuasa sebelum ramadhan. Dan Rasulullah saw tidak memerintahkan atau menganjurkan ummatnya supaya mengkhususkan berpuasa atau beribadah di malam nishfu Sya’ban.

Berkata Ibnu Taimiyah rhm, “Berpegang teguh kepada sunnah adalah keselamatan, karena sunnah menurut Imam Malik bagaikan perahu nabi Nuh. Siapa yang menaikinya pasti selamat, siapa yangberpaling pasti tenggelam. Adapun bid’ah adalah segala yang tidak disyari’atkan dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih sekalipun diucapkan dan diperbuat oleh seseorang, sesungguhnya hal tersebut bukanlah syari’at. Karena Allah dan Rasul-Nya tidak menintainya.” (Kitab Al-’Ubudiyah Ibnu Taimiyah)

Berkata Syeikh Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah, “Adapun berpuasa khusus pada Nishfu Sya’ban (pertenaghan bulan Sya’ban) karena menyangkanya ada kelebihannya dari hari-hari dan malam-malam yang lain maka tidak ada satu dalil pun yang sah dan shahih.” (Fiqh Sunnah, Jilid I . hal 382).

2) MEMPERBANYAK QIYAMULLAIL

Adalah Rasulullah Saw sebelum Qiyamullail membaca doa:

“Ya Allah, Tuhannya Jibril, Mikail, dan Israfil, pencipta langit dan bumi, Yang mengetahui hal yang ghaib dan nyata, Engkau memberikan keputusan (hukum) terhadap apa yang diperselisihkan oleh hamba-hambaMu. Maka tunjukkanlah aku –dengan izinMu– kepada kebenaran dari apa yang diperselisihkan. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk kepada siapapun yang engkau kehendaki kepada jalan yang lurus.” [HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi]

Dari Ma’dan bin Abi Thalhah, beliau berkata: Saya bertemu dengan Tsauban, hamba yang dimerdekakan oleh Rasulullah saw dan saya berkata: Kabarkan kepada saya tentang amal yang dapat saya lakukan sehingga Allah akan memasukkan saya ke surga atau kabarkan kepadaku tentang amal yang paling disukai Allah. Maka dia (Tsauban) diam, kemudian saya bertanya lagi, diapun tetap berdiam diri. Saya bertanya lagi untuk kali ketiga, maka dia berkata: Saya telah menanyakan hal itu kepada Rasulullah Saw, maka beliau bersabda:

“Tetaplah kamu untuk memperbanyak sujud. Ini karena tidaklah engkau sujud sekali kepada Allah melainkan Allah akan mengangkatmu satu derajat dan akan menghapuskan satu kesalahan.” [HR. Muslim, Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah]

Dari Ubadah bin Shamit Ra bahwa beliau mendengar Rasulullah Saw bersabda:

“Tidaklah seseorang sujud satu kali kepada Allah kecuali Dia akan menulis baginya satu kebaikan dan menghapus satu keburukan darinya dan meninggikan satu derajat. Oleh itu, perbanyaklah bersujud.” [HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shahih]

Dari Hudzaifah Ra beliau berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Tidak ada suatu perbuatan hamba yang lebih disukai Allah daripada ketika Allah melihatnya sedang sujud sambil membenamkan wajahnya ke dalam tanah (debu).” [HR. At Thabrani dalam Al Awsath]

Dari Abu Firas Rabiah bin Kaab Al Aslami Ra, beliau berkata bahwa pembantu Rasulullah Saw dan termasuk ahli Suffah berkata: Saya bermalam bersama Rasulullah Saw kemudian kuambilkan air wudhu dan keperluannya yang lain. Maka Rasulullah bersabda kepadaku:

“Mintalah kepadaku! Sayapun berkata: Saya minta sebagai kawanmu masuk surga. Beliau bersabda: Atau yang lain? Itu saja yang aku minta. Beliau bersabda: Maka bantulah saya untuk dirimu dengan memperbanyak sujud.” [HR. Muslim]

Dari Jabir Ra beliau berkata: Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya pada malam hari ada suatu waktu yang tidaklah seorang muslim menemukannya lalu dia meminta kepada Allah suatu kebaikan pada waktu itu, dalam urusan dunia maupun akhirat, kecuali Allah akan mengabulkannya. Dan waktu seperti itu ada pada setiap malam.” [HR. Muslim]

Diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al Kabir dari Abu Malik Al Asy’ari, beliau berkata: Rasulullah Saw bersabda:

“Apabila seorang lelaki bangun malam lalu membangunkan istrinya, dan apabila istrinya masih malas untuk bangun maka dia memercikkan air ke wajah istrinya sehingga dia bangun, lalu mereka mengerjakan shalat di dalam rumahnya, kemudian keduanya berzikir kepada Allah swt beberapa lama pada malam itu, maka diampunilah dosa mereka.”

Dan dari Mughirah bin Sukhah Ra beliau berkata: Nabi Saw shalat malam sampai kakinya bengkak. Maka dikatakan kepadanya: Allah telah mengampuni dosa engkau yang telah lalu dan yang akan datang. Beliau bersabda:

“Aku lebih senang menjadi hamba yang banyak bersyukur.” [HR. Bukhari, Muslim, dan An Nasa]

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Ra, beliau berkata: Rasulullah Saw telah memerintahkan kepada kami untuk shalat malam dan suka dengannya sehingga selalu beliau bersabda:

“Tetaplah kamu sekalian mengerjakan shalat malam walaupun beberapa rakaat.” [HR. At Thabrani dalam Al Kabir Al Awsath]

Dari Abu Hurairah Ra, beliau berkata: Saya berkata kepada Rasulullah Saw: Wahai Rasulullah, tiap saya melihat engkau maka senanglah hatiku dan segarlah mataku. Kabarkanlah kepadaku tentang segala sesuatu. Rasulullah Saw bersabda: Segala sesuatu diciptakan dari air. Maka sayapun berkata: Kabarkanlah sesuatu kepadaku tentang amal yang jika aku kerjakan aku akan masuk surga. Rasulullah Saw bersabda:

“Berilah makan pada orang lain, sebarkanlah salam, sambungkanlah tali persaudaraan, dan dirikanlah qiyamullail (shalat malam) ketika manusia sedang tidur, maka engkau akan masuk surga dengan aman.” [HR. Ahmad, Ibnu Abi ad Dun-ya, & Ibnu Hibban]

Dari Abu Malik Al-Asy’ari Ra, beliau berkata bahwa Nabi Saw bersabda:

“Sesungguhnya di dalam surga itu ada sebuah kamar, luarnya nampak dari dalam dan dalamnya nampak dari luar, yang disediakan Allah kepada orang-orang yang memberi makan kepada orang lain, menyebarkan salam, dan shalat malam tatkala manusia lain sedang tidur.” [HR. Ibnu Hibban]

3) MEMPERBANYAK ISTIGHFAR DAN TAUBAT

Di antara fadhilah istighfar ialah menentramkan jiwa yang resah dan gelisah, menenangkan fikiran yang kusut, menghilangkan bisikan dan godaan syaitan, dan mendatangkan kecintaan Allah Swt.

Al Aghror Al Muzany Ra berkata: Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya adakalanya timbul perasaan di dalam hatiku, maka saya membaca istighfar (minta ampun) dalam sehari seratus kali.” [HR Muslim]

Abu Hurairah Ra berkata: Saya telah mendengar Rasulullah Saw bersabda:

“Demi Allah, saya membaca istighfar (minta ampun) dan bertaubat kepada Allah tiap hari lebih dari tujuh puluh kali.” [HR. Bukhari]

Ibnu Abbas Ra berkata, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Siapa yang tetap membaca istighfar, Allah akan melepaskan dari segala kesulitan dan melapangkan segala kesempitan, dan memberinya rizki yang tidak terhitung (disangka-sangka).” [HR. Abu Daud]

Syaddad bin Aus berkata: Telah bersabda Rasulullah Saw: Kepala dari bacaan Istighfar (Sayyidul Istighfar) adalah:

“Ya Allah, Engkau Tuhanku, tiada tuhan kecuali Engkau, Engkau menjadikan diriku, dan aku hambaMu, dan tetap pada janjiMu dan perintahMu, sekuat tenagaku aku berlindung kepadaMu dari kejahatan perbuatanku, aku mengakui nikmat karuniaMu kepadaku, dan mengakui pula dosa-dosaku, maka ampunkan bagiku, sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.” [HR. Bukhari]

Berkata Abu Bakar Ra: Wahai Rasulullah, ajarkanlah aku satu do’a yang dengannya aku berdo’a di dalam shalatku. Lalu bersabdalah beliau : Katakanlah (ucapkanlah):

“Ya Allah, sesungguhnya aku telah mendzalimi diri dengan kedzaliman yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa melainkan Engkau, maka ampunilah daku dengan satu pengampunan dari sisi Engkau dan rahmatilah daku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” [HR. Bukhari & Muslim]

“Ya Allah, ya Tuhanku. Ampunilah segala dosaku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Penerima taubat dan Engkau Yang Maha Penyayang.”

4) MEMPERBANYAK ZIKRULLAH

Wahai para mukminin dan mukminat, marilah kita perbanyak zikrullah karena ia mempunya banyak manfaat. Ibnul Qayyim telah menemukan sekitar 80 manfaat zikir. Beliau mengatakan manfaatnya tidak terbatas, di antara manfaat-manfaat itu: mengusir syaitan, menggapai ridha Allah swt, ridha menerima taqdir Allah, memberikan ketenangan jiwa, menghilangkan waktu kosong, kesedihan dan keresahan, mengumpulkan kekuatan dan tenaga (rohani), memperoleh pahala yang agung, menghapuskan segala dosa, hati menjadi tenang dan tentram, serta memantapkan iman.

Inilah perintah Allah Swt supaya kita banyak berzikir kepadaNya:

“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.” [QS. Al Ahzab, 33: 41-42]

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” [QS. Al Baqarah, 2: 152]

FirmanNya lagi:

“Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang.” [QS. Thaaha, 20: 130]

Abu Musa Al Asy’ari ra berkata: Telah bersabda Rasulullah Saw:

“Perumpamaan orang yang berzikir kepada Allah dan orang yang tidak berzikir kepada Allah, bagaikan perbedaan antara orang yang hidup dan orang yang mati. (HR Bukhari). Dan dalam riwayat Muslim: “Perumpamaan rumah yang dipergunakan zikir kepada Allah di dalamnya dan rumah yang tidak ada zikrullah di dalamnya, bagaikan perbedaan antara yang hidup dan yang mati.”

Abdullah bin Busr ra berkata: Seorang bertanya: Ya Rasulullah! Syariat Islam sangat banyak amal kebaikannya, maka ajarkanlah kepadaku sesuatu yang akan saya pegang baik-baik. Jawab Nabi saw:

“Hendaknya tetap selalu lidahmu basah dari zikir (ingat) kepada Allah.” [HR. Tirmidzi]

5) MEMPERBANYAK MEMBACA AL QURAN

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru, bahwa sesungguhnya Nabi Saw telah bersabda:

“Shaum dan Quran itu memintakan syafaat untuk seorang hamba di hari kiamat nanti. Shaum berkata: Wahai Rabbku, aku telah mencegahnya memakan makanan dan menyalurkan syahwatnya di siang hari, maka berilah aku hak untuk memintakan syafaat baginya. Dan berkata pula Al Quran: Wahai Rabbku, aku telah mencegah dia tidur di malam hari (karena membacaku), maka berilah aku hak untuk memintakan syafaat baginya. Maka keduanya diberi hak untuk memintakan syafaat.” [HR. Ahmad]

Dari Abu Umamah Ra, ia berkata bahwa Rasullah Saw telah bersabda:

“Bacalah Al Quran, karena sesungguhnya Al Quran itu akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi pembacanya.[HR. Muslim]

Dari Ibnu Abbas Ra:

“Adalah Nabi saw seorang manusia yang sangat dermawan (dalam kebaikan) dan beliau paling dermawan pada bulan Ramadhan di kala beliau berjumpa dengan Jibril as. Dan adalah beliau berjumpa dengan Jibril pada setiap malam di bulan Ramadhan, kemudian Jibril mengajarkan atau mentadaruskan Al Quran kepada beliau. Dan adalah Rasulullah saw sangat dermawan dalam kebaikan (dibulan ramadahan) lebih cepat dari angin yang berhembus.” [HR. Bukhari dan Muslim]